Ruang Digital yang Sehat dan Kondusif
Di era digital yang terus berkembang, teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi
bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Akses terhadap informasi semakin mudah
dan cepat melalui berbagai platform digital. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII), penetrasi internet di Indonesia mencapai 79,5% pada tahun 2024,
meningkat dari 78,1% pada tahun sebelumnya.
Media sosial menjadi salah satu platform yang paling sering diakses oleh masyarakat
Indonesia. Data dari We Are Social menunjukkan bahwa pada Januari 2024, sekitar 49,9%
atau lebih dari 139 juta orang Indonesia aktif menggunakan media sosial. Rata-rata, mereka
menghabiskan waktu sekitar 7 jam 38 menit setiap harinya untuk menjelajahi internet.
Namun, di balik kemudahan ini, tantangan dalam menjaga ruang digital tetap sehat dan
kondusif semakin besar. Penyebaran informasi yang tidak terverifikasi, hoaks, serta ujaran
kebencian menjadi masalah yang kian marak. Platform digital sering kali menjadi arena
persaingan opini, di mana konten sensasional lebih banyak disebarluaskan daripada informasi
yang benar-benar bermanfaat.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah Indonesia berencana menetapkan batas usia
minimum bagi pengguna media sosial guna melindungi anak-anak dari risiko online. Menteri
Komunikasi Meutya Hafid menyatakan bahwa regulasi ini bertujuan untuk melindungi anak-
anak di ruang digital.
Setiap individu memiliki peran penting dalam menciptakan ekosistem digital yang sehat.
Menerapkan etika digital dalam berinteraksi menjadi langkah utama. Sebelum membagikan
informasi, pengguna harus berpikir kritis: apakah informasi ini benar? Apakah bermanfaat?
Apakah bisa menimbulkan keresahan? Kesadaran akan dampak setiap unggahan akan
membantu mengurangi penyebaran berita bohong dan provokasi yang tidak perlu.
Menghargai perbedaan juga menjadi kunci dalam membangun lingkungan digital yang
harmonis. Ruang digital mempertemukan orang-orang dari berbagai latar belakang, budaya,
dan pemikiran. Tanpa sikap saling menghormati, perbedaan ini bisa memicu konflik yang
justru memperburuk suasana dunia maya. Dengan komunikasi yang santun dan sikap toleran,
interaksi di media sosial dapat lebih positif dan membangun.
Manfaat dari ruang digital yang kondusif sangat besar. Media sosial bukan hanya tempat
hiburan, tetapi juga sarana berbagi ilmu, membangun jaringan, hingga menciptakan peluang
ekonomi. Banyak pelaku usaha kecil dan menengah yang berhasil berkembang melalui
pemasaran digital.
Namun, potensi ini hanya dapat dimanfaatkan jika ruang digital tetap kondusif. Tanpa literasi
digital yang baik, manfaat media sosial bisa tergantikan oleh ketidakpercayaan dan
ketidaknyamanan akibat maraknya hoaks serta provokasi. Laporan Kementerian Komunikasi
dan Informatika (Kominfo) tahun 2024 menyebutkan bahwa indeks literasi digital di
Indonesia masih perlu ditingkatkan.
Kolaborasi antara berbagai elemen masyarakat menjadi strategi penting untuk meningkatkan
kualitas ruang digital. Pemerintah, komunitas, dan institusi pendidikan harus bekerja sama
untuk meningkatkan kesadaran digital masyarakat. Kampanye literasi digital yang terstruktur
dan berkelanjutan akan membantu membangun pemahaman yang lebih baik mengenai cara
menyaring informasi serta berkomunikasi dengan lebih etis.
Selain itu, diperlukan lebih banyak kreator konten yang memproduksi materi edukatif dan
inspiratif. Dengan memperbanyak konten yang positif, dominasi informasi destruktif dapat
ditekan.
Di lingkungan pendidikan, pengintegrasian nilai-nilai etika digital dalam proses pembelajaran
juga menjadi langkah penting. Banyak institusi telah memanfaatkan teknologi seperti
Learning Management System (LMS), Zoom, Google Classroom, dan platform lainnya untuk
mendukung pembelajaran daring. Dalam proses ini, penting untuk menanamkan kebiasaan
berkomunikasi secara etis, seperti menyapa dengan sopan, mengajukan pertanyaan dengan
baik, serta berdiskusi secara konstruktif.
Penanaman etika digital juga harus dimulai sejak dini dalam lingkungan keluarga. Anak-anak
yang tumbuh di era digital memiliki karakteristik unik. Mereka sangat terbiasa dengan
teknologi, memiliki pola komunikasi berbasis media sosial, serta lebih tertarik pada konten
visual dibandingkan teks. Oleh karena itu, pendidikan etika digital harus disesuaikan dengan
karakter mereka, menggunakan metode yang menarik dan relevan.
Platform digital juga memiliki peran dalam menjaga ekosistem dunia maya. Moderasi konten
yang lebih ketat, kebijakan yang mendukung keamanan digital, serta fitur pelaporan yang
lebih efektif dapat membantu mencegah penyebaran informasi berbahaya. Namun, pada
akhirnya, setiap pengguna tetap memiliki andil terbesar dalam membentuk ekosistem yang
lebih baik.
Mewujudkan ruang digital yang sehat bukanlah hal yang instan. Dibutuhkan komitmen
bersama, baik dari individu, komunitas, dunia pendidikan, hingga penyedia platform. Dengan
meningkatkan literasi digital, menyebarkan informasi yang benar, serta membangun budaya
komunikasi yang santun, kita dapat menciptakan ruang digital yang lebih positif dan
bermanfaat bagi semua.
(Penulis : Revan Dwi Nurtanto, SMK MUHAMADIYAH 1 BLORA)