BLORA – Di bawah gapura yang berselimut embun, di Desa Trembulrejo Kecamatan Ngawen, Kabupaten Blora, Ibu Sri (60) duduk bersila di depan tungku tanah liatnya.
Setiap fajar, ia setia pada rutinitasnya yang dilakoni lebih kurang sepuluh tahun, ia menyiapkan serabi hangat dengan tangan keriput namun penuh cinta.
Dari pukul empat hingga matahari mulai mengintip di ufuk timur, dagangannya selalu mengundang langkah warga desa yang mencari kehangatan pagi dalam lingkaran kecil serabi berbalut daun pisang.
Pagi itu, langkah seorang pemuda, yang akrab disapa Udin, memecah kesunyian. Jarang sekali pemuda seperti dia terlihat di waktu fajar, terlebih untuk membeli serabi sendiri.
Tanpa tergesa, ia mengambil tempat di bangku kayu kecil di depan Ibu Sri, menikmati setiap gigitan serabi yang baru saja matang. Harumnya, manis dan gurih, menguar di udara dingin.
“Apa rahasia serabi buatan Ibu? Mengapa rasanya begitu istimewa?” tanya Udin, memecah keheningan dengan suara rendah.
Ibu Sri tersenyum, senyuman yang membawa keteduhan serupa sinar pagi pertama.
“Rahasia itu bukan hanya pada adonan, Nak,” jawabnya perlahan.
“Di setiap adonan serabi ini, Ibu masukkan harapan dan doa. Harapan untuk bisa mencukupi keluarga kecil Ibu, dan doa agar siapa pun yang memakannya diberi kenikmatan, bukan hanya di lidah, tapi juga di hati.
Pemuda itu terdiam, mengunyah dengan lebih pelan seolah ingin meresapi setiap kata yang baru saja didengarnya. Setelah menyelesaikan serabinya, ia bangkit, memberikan uang tanpa sepatah kata, lalu berlalu pergi. Di belakangnya, fajar perlahan menyerah pada pagi, menggantikan warna jingga dengan kilau keemasan.
Saat matahari semakin tinggi, para warga mulai berdatangan. Langkah-langkah mereka tergesa, namun semua melambat saat harum serabi menyapa indera.
Di antara hiruk-pikuk pagi itu, Ibu Sri tetap tenang, melanjutkan tugasnya dengan tangan penuh doa dan hati yang penuh harapan.
Harum serabi terus menyeruak, seperti bisikan kecil dari masa lalu yang sederhana, mengingatkan setiap orang bahwa dalam kesederhanaan, selalu ada makna yang dalam.
Serabi merupakan salah satu kuliner tradisional yang terbuat dari bahan adonan tepung beras ditaburi parutan kelapa dan meses. Serabi dimasak menggunakan tungku dan wajan terbuat dari tanah liat dengan bahan bakar kayu, diminati sebagian warga setempat untuk pengganti makan nasi di pagi hari.
Harganya pun relatif terjangkau, berkisar antara Rp2.000,00 hingga Rp3.000,00/buah. (RED-Widia).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *